Bergelap-gelaplah
dalam terang, berterang-teranglah dalam gelap ! (Ibrahim Datuk Tan Malaka)
Tan Malaka adalah Che Guevara Asia
Ia memiliki 23 nama palsu dan telah menjelajahi dua benua dengan total
perjalanan sepanjang 89 ribu kilometer-dua kali jarak yang ditempuh Che Guevara
di Amerika Latin. Ia seorang Marxis, tapi sekaligus nasionalis.
Ia seorang komunis, ”Di depan dan ketika menghadap Tuhan saya
seorang muslim, tapi manakala berhadapan dengan manusia saya bukan muslim,
karena Tuhan sendiri bilang ada banyak setan di antara manusia!”
“Storm ahead (ada topan menanti di depan). Don’t lose your head! (jangan
kehilangan akal dan jangan kehilangan kepala)”. Tragisnya, dia yang tak pernah
kehabisan akal di berbagai negara tempatnya melarikan diri akhirnya kehilangan
kepala di tanah air yang amat dicintainya.
Kalau kesuksesan berpolitik diukur dari seberapa besar kekuasaan yang
diperoleh, bukan di sana tempat Tan Malaka. Bukan pula pada pelajaran sejarah
di sekolah-sekolah yang tak mencantumkan namanya, kendati dia pahlawan nasional
yang dikukuhkan melalui Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1963.
Kesuksesan Tan Malaka terletak pada sikap konsisten dalam berpolitik dan
orisinalitas pemikirannya yang berpihak kepada rakyat. Pentingnya ilmu
pengetahuan untuk membangun masyarakat, seperti yang ditulisnya dalam MADILOG dan beberapa brosurnya yang menganjurkan kemandirian bangsa, menjadi
relevan bila melihat kondisi bangsa dewasa ini.
”Kepada mereka yang sudi menerimanya. Mereka yang sudah mendapat minimum
latihan otak, berhati lapang dan saksama serta akhirnya berkemauan keras buat
memahamkannya.”
Tokoh
pertama yang menggagas secara tertulis konsep Republik Indonesia. Ia menulis
Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia) pada 1925, jauh lebih
dulu dibanding Mohammad Hatta, yang menulis Indonesia Vrije (Indonesia Merdeka)
sebagai pleidoi di depan pengadilan Belanda di Den Haag (1928), dan Bung Karno,
yang menulis Menuju Indonesia Merdeka (1933).
W.R. Supratman pun telah membaca habis Massa Actie. Ia memasukkan
kalimat ”Indonesia tanah tumpah darahku” ke dalam lagu Indonesia Raya setelah
diilhami bagian akhir dari Massa Actie, pada bab bertajuk ”Khayal Seorang
Revolusioner”.
”Di muka barisan laskar, itulah tempatmu berdiri.... Kewajiban seorang
yang tahu kewajiban putra tumpah darahnya.”
Tan menyatakan: orang tak akan berunding dengan maling di rumahnya.
”Selama masih ada satu orang musuh di Tanah Air, satu kapal musuh di pantai,
kita harus tetap lawan,”
Ketika memperingati sewindu hilangnya Tan Malaka pada 19 Februari 1957,
Kepala Staf Angkatan Darat Mayor Jenderal Abdul Haris Nasution mengatakan
pikiran Tan dalam Kongres Persatuan Perjuangan dan pada buku Gerpolek (Gerilya
Politik Ekonomi) menyuburkan ide perang rakyat semesta. Perang rakyat semesta
ini, menurut Nasution, sukses ketika rakyat melawan dua kali agresi Belanda.
Terlepas dari pandangan politik, ia berkata, Tan harus dicatat sebagai tokoh
ilmu militer Indonesia.
....jika saya tiada berdaya lagi, maka saya akan
menyerahkan pimpinan revolusi kepada seorang yang telah mahir dalam gerakan
revolusioner, Tan Malaka. (testamen Soekarno)
Gagasan Tan Malaka tetap relevan untuk menjawab ancaman dan tantangan
zaman.
No comments:
Post a Comment